BAB II TINJAUAN PUSTAKA : Model Analytic Hierarchy Process Pada Ev aluasi Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Bidik Misi: Studi Kasus Kopertis Wilayah IV
loading...
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengatur
setiap warga Negara Republik Indonesia berhak mendapatkan pengajaran
sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 31 (1). Sehingga Pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, dan
masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan. Salah satu upaya tersebut, setiap peserta didik pada satuan
pendidikan berhak mendapatkan bantuan biaya pendidikan bagi mereka yang
memiliki potensi akademik baik dan tidak mampu secara ekonomi serta berhak
mendapatkan beasiswa bagi mereka yang berprestasi, khususnya di tingkat
perguruan tinggi. Diantara program pemerintah tersebut diantaranya yakni
Program Bidik Misi.
Bidik Misi adalah program pemerintah melalui Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional Republik
Indonesia yang diluncurkan pada tahun 2010, tujuannya untuk memberikan bantuan
biaya penyelenggaraan pendidikan dan bantuan biaya hidup kepada 20.000
mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai dan kurang mampu secara
ekonomi di 117 perguruan tinggi penyelenggara. Jumlah peminat Program Bidikmisi
menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dari tahun ke tahun, untuk tahun
2016 tercatat sebanyak 416.428 pelamar tetapi hanya sekitar 75.000 saja yang
bisa diakomodir karena keterbatasan anggaran pemerintah.
Bidikmisi
adalah bantuan biaya pendidikan, berbeda dari beasiswa yang berfokus pada
memberikan penghargaan atau dukungan dana terhadap mereka yang berprestasi,
bidikmisi berfokus kepada yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi (lihat
penjelasan Pasal 76 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).
Misi dari
program Bidikmisi yakni :
1. Menghidupkan
harapan bagi masyarakat tidak mampu secara ekonomi namun mempunyai potensi
akademik baik untuk dapat menempuh pendidikan sampai ke jenjang pendidikan
tinggi;
2. Memberikan
akses bagi masyarakat kurang mampu tapi memiliki potensi akademik yang baik
untuk menjadi sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai kebangsaan,
patriotisme, cinta Tanah Air, dan semangat bela negara;
3. Memberikan
kesempatan bagi masyarakat kurang mampu tapi memiliki potensi akademik yang
baik untuk ikut berperan serta dalam meningkatkan daya saing bangsa di era
kompetisi global, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
yang telah diratifikasi oleh seluruh Negara ASEAN.
Persyaratan calon penerima beasiswa
bidikmisi adalah sebagai berikut:
1. Siswa
SMA/SMK/MA atau bentuk lain yang sederajat yang akan lulus pada tahun 2017;
2. Lulusan
tahun 2016 yang bukan penerima Bidikmisi dan tidak bertentangan dengan ketentuan penerimaan
mahasiswa baru di masing-masing perguruan tinggi; 3. Usia paling tinggi
pada saat mendaftar adalah 21 tahun;
4. Tidak
mampu secara ekonomi dengan kriteria:
a. Siswa
penerima Beasiswa Siswa Miskin (BSM) atau Pemegang Kartu
Indonesia
Pintar (KIP) atau sejenisnya; atau
b.
Pendapatan kotor gabungan orang Tua/Wali (suami
istri) maksimal sebesar Rp3.000.000,00
per bulan dan atau pendapatan kotor gabungan orangtua/wali dibagi jumlah anggota
keluarga maksimal Rp750.000,00 setiap bulannya.
5. Pendidikan
orang Tua/Wali setinggi-tingginya S1 (Strata 1) atau Diploma 4;
6. Memiliki
potensi akademik baik berdasarkan rekomendasi objektif dan akurat dari
Kepala Sekolah;
7. Pendaftar
difasilitasi untuk memilih salah satu diantara PTN atau PTS dengan ketentuan:
a. PTN
dengan pilihan seleksi masuk:
1. Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN); 2. Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMTPN);
3. Seleksi mandiri PTN.
b. Politeknik,
UT, dan Institut Seni dan Budaya
c. PTS
sesuai dengan pilihan seleksi masuk.
Sesuai dengan pedoman bidikmisi yang
diterbitkan oleh ditjen belmawa dikti, bahwa Kuota PTS melalui seleksi mandiri
ditetapkan oleh Kopertis berdasarkan : (1) jumlah program studi yang memenuhi
persyaratan akreditasi; (2) Kondisi geografis,
karakteristik sosial ekonomi sekitar perguruan tinggi untuk kekhususan daerah
3T; dan (3) ketaatan perguruan tinggi terhadap azas pengelolaan yang baik.
Kuota Kopertis ditentukan oleh Ditjen Belmawa dengan pertimbangan: (1) jumlah
program studi yang memenuhi syarat akreditasi; (2) jumlah perguruan tinggi yang
taat azas; dan (3) Kemampuan Ekonomi wilayah
Pada penelitian ini dilakukan penyusunan
model keputusan dalam penentuan kuota bidikmisi perguruan tinggi dengan
mengolah dan mengevaluasi data bidik misi dari perguruan tinggi penyelenggara
program Bidik Misi, dengan menggunakan Analytical
Hierarchy Process (AHP) yang diharapkan hasil yang dicapai melalui model
ini akan memberikan hasil keputusan yang lebih tepat sebagai pertimbangan
kopertis dalam penetapan perguruan tinggi swasta yang akan menerima kuota bidik
misi.
Pertimbangan penggunaan AHP dalam
penelitian ini karena AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan
masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok–kelompoknya,
dengan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki, kemudian memasukkan
nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan
relatif.. Dengan kemampuan tersebut diharapkan AHP dapat melakukan evaluasi
terhadap kriteria-krieria yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan mampu
memperkirakan perguruan tinggi penyelenggara program Bidik Misi secara lebih
akurat. Untuk bisa menghasilkan model keputusan dalam penelitian ini maka perlu
diuraikan terlebih dahulu tahapan dalam menghasilkan sebuah model keputusan
dalam mekanisme beasiswa bidikmisi.
2.1.1. Proses
Pengambilan Keputusan
Merupakan
proses sejak identifikasi masalah sampai pemilihan solusi terbaik inilah yang
disebut proses pengambilan keputusan (Putro dan Tjakraatmadja, 1998). Jika
keputusan yang diambil tersebut perlu dipertanggungjawabkan kepada orang lain
atau prosesnya memerlukan pengertian pihak lain, maka perlu untuk diungkapkan
sasaran yang akan dicapai berikut kronologi proses pengambilan keputusannya
(Mangkusubroto dan Tresnadi, 1987).
Proses pengambilan keputusan
didalam kehidupan organisasi adalah suatu proses yang selalu terjadi, dimana
hal ini mempunyai denyut nadi jalannya organisasi tersebut (Sudirman, 1998).
Pengambilan keputusan didalam suatu organisasi merupakan hasil suatu proses
komunikasi dan partisipasi yang terus-menerus dari seluruh organisasi. Hasil
keputusan tersebut dapat merupakan pernyataan yang disetujui antar alternatif
atau antar prosedur untuk mencapai tujuan tertentu. Pendekatannya dapat
dilakukan, baik melalui pendekatan yang bersifat individual/kelompok,
sentralisasi/desentralisasi, partisipasi/ tidak berpartisipasi maupun
demokratis/consensus (Suryadi dan
Ramadhani, 1998).
Persoalan
pengambilan keputusan, pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai
alternatif tindakan, yang mungkin dipilih, yang prosesnya melalui makanisme
tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik.
Pengambilan
keputusan merupakan proses yang bertahap, sejak proses identifikasi masalah
(mencatat, mendiagnosa dan mendifinisikan masalah, mencari dan memilih solusi
dan pada akhirnya menerapkan keputusan) yang dilakukan setiap hari baik oleh
indivudu, kelompok atau perusahaan.
2.1.2. Model
Keputusan
Penyusunan
model keputusan adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis
yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang
mencerminkan hubungan yang terjadi diantara factorfaktor yang terlibat.
Model proses pengambilan keputusan menurut
Simon (1960) terbagi tiga yaitu:
1. Intelligence
Tahap ini merupakan proses
penelusuran dan pendeteksian dari lingkup problematika serta proses pengenalan
masalah. Data masukkan diperoleh, diproses dan diuju dalam rangka
mengidentifikasikan masalah.
2. Design
Tahap ini merupakan proses
menemukkan, mengembangkan dan menganalisis alternatif tindakan yang yang bias
dilakukan. Tahap ini meliputiproses untuk mengerti masalah, menurunkan solusi
dan menguji kelayakan solusi.
3. Choice
Pada tahap ini dilakukan proses
pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang mungkin dijalankan. Hasil
pemilihan tersebut kemudian diimplementasikan dalam proses pengambilan
keputusan.
2.1.3. Metode Analisis AHP
Proses hirarki
analitis atau disingkat AHP adalah suatu pendekatan pengambilan keputusan yang
dirancang untuk membantu pencarian solusi dari berbagai permasalahan
multikriteria yang kompleks dalam sejumlah ranah aplikasi. Metoda ini telah
didapati sebagai pendekatan yang praktis dan efektif yang dapat
mempertimbangkan keputusan yang tidak tersusun dan rumit. Hasil akhir AHP
adalah suatu ranking atau pembobotan prioritas dari tiap alternatif keputusan
atau disebut elemen. Secara mendasar, ada tiga langkah dalam pengambilan
keputusan dengan AHP, yaitu: membangun hirarki, penilaian; dan sintesis
prioritas.
Proses
pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif yang
terbaik. Seperti melakukan penstrukturan persoalan, penentuan
alternatif-alternatif, penenetapan nilai kemungkinan untuk variabel aleatori,
penetap nilai, persyaratan preferensi terhadap waktu, dan spesifikasi atas
resiko. Betapapun melebarnya alternatif yang dapat ditetapkan maupun
terperincinya penjajagan nilai kemungkinan, keterbatasan yang tetap melingkupi
adalah dasar pembandingan berbentuk suatu kriteria yang tunggal.
Peralatan
utama Analitycal Hierarchy Process (AHP)
adalah memiliki sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi
manusia. Dengan hirarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur
dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya dan diatur menjadi suatu bentuk
hirarki.
Kelebihan AHP dibandingkan dengan lainnya
adalah :
1. Struktur
yang berhirarki, sebagai konsekwensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada
subkriteria yang paling dalam
2. Memperhitungkan
validitas sampai dengan batas toleransi inkosistensi berbagai kriteria dan
alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan
3.
Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output
analisis sensitivitas pengambilan keputusan.
Selain itu, AHP mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah yang multi obyektif dan multi-kriteria yang
berdasarkan pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki.
Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang
komprehensif.
2.1.4. Prinsip Dasar Pemikiran AHP
AHP merupakan suatu model pendukung keputusan
yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty. Dalam memecahkan persoalan dengan
analisis logis eksplisit, ada tiga prinsip yang mendasari pemikiran AHP, yakni
: prinsip menyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip
konsistensi logis yang diimplementasikan melalui tiga langkah pengambilan
keputusan, yaitu : membangun hirarki, penilaian; dan sintesis prioritas dapat
dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar
2.1. Cakupan Model AHP
Prinsip
menyusun hirarki adalah dengan menggambarkan
dan
menguraikan secara hirarki, dengan
cara memecahakan persoalan menjadi unsurunsur yang terpisah-pisah. Caranya
dengan memperincikan pengetahuan, pikiran kita yang kompleks ke dalam bagian
elemen pokoknya, lalu bagian ini ke dalam bagian-bagiannya, dan seterusnya
secara hirarkis.
Langkah ini
bertujuan memecah suatu masalah yang kompleks disusun menjadi suatu bentuk
hirarki. Suatu struktur hirarki sendiri terdiri dari elemenelemen yang
dikelompokan dalam tingkatan-tingkatan (level). Dimulai dari suatu sasaran pada
tingkatan puncak, selanjutnya dibangun tingkatan yang lebih rendah yang
mencakup kriteria, sub kriteria dan seterusnya sampai pada tingkatan yang
paling rendah. Sasaran atau keseluruhan tujuan keputusan merupakan puncak dari
tingkat hirarki. Kriteria dan sub kriteria yang menunjang sasaran berada di
tingkatan tengah. Dan, alternatif atau pilihan yang hendak dipilih berada pada
level paling bawah dari struktur hirarki yang ada.
Menurut Saaty
(2000), suatu struktur hirarki dapat dibentuk dengan menggunakan kombinasi
antara ide, pengalaman dan pandangan orang lain. Karenanya, tidak ada suatu
kumpulan prosedur baku yang berlaku secara umum dan absolut untuk pembentukan
hirarki. Seperti yang dituliskan I Dewa Ayu Ngurah Alit Putri (2011) hirarki adalah
alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah
tersebut diuraikan ke dalam elemenelemen yang bersangkutan, menyusun
elemenelemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas
elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil. I Dewa Ayu
Ngurah Alit Putri (2011) menuliskan untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif
digunakan skala penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk
angka/kuantitatif. Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1
sampai dengan 9 merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat,
dengan akurasinya berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD
(Median Absolute Deviation).
Hirarki adalah
alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks dimana masalah
tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun
elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya melakukan penilaian atas
elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana yang diambil. Proses penyusunan
elemen secara hirarki meliputi pengelompokan elemen komponen yang sifatnya
homogen dan menyusunan komponen tersebut dalam level hirarki yang tepat.
Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi
interaksi antara komponen dan dampaknya pada sistem. Abstraksi ini mempunyai
bentuk yang saling terkait tersusun dalam suatu sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan,
ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian
kebijakan-kebijakan, strategi-strategi tersebut.
Penjabaran
tujuan hirarki yang lebih rendah pada dasarnya ditujukan agar memperolah
kriteria yang dapat diukur. Walaupun sebenarnya tidaklah selalu demikian
keadaannya. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin lebih menguntungkan bila
menggunakan tujuan pada hirarki yang lebih tinggi dalam proses analisis.
Semakin rendah dalam menjabarkan suatu tujuan, semakin mudah pula penentuan
ukuran obyektif dan kriteria-kriterianya. Akan tetapi, ada kalanya dalam proses
analisis pangambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu
terperinci. Maka salah satu cara untuk menyatakan ukuran pencapaiannya adalah
menggunakan skala subyektif.
Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik
untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana
sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Kriteria
dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Saaty tahun 1988, untuk berbagai persoalan,
skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan AHP
Intensitas
Kepentingan
|
Keterangan
|
1
|
Kedua elemen sama
pentingnya
|
3
|
Elemen yang satu sedikit
lebih penting daripada elemen yang lainnya
|
5
|
Elemen yang satu lebih
penting daripada yang lainnya
|
7
|
Satu elemen jelas lebih
mutlak penting daripada elemen lainnya
|
9
|
Satu elemen mutlak penting
daripada elemen lainnya
|
2,4,6,8
|
Nilai-nilai antara dua
nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan
|
Perbandingan
dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat
kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya. Proses perbandingan
berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk
memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan,
misal A1, A2, dan A3. Maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut
akan tampak seperti pada gambar matriks pada Tabel 2.2.
Tabel
2.2. Susunan Matrik Berpasangan AHP
|
A1
|
|
A2
|
A3
|
A1
|
1
|
|
|
|
A2
|
|
1
|
|
|
A3
|
|
|
|
1
|
Skala
perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai–nilai fundamental AHP dengan
pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9 untuk sangat penting sekali
sesuai dengan Tabel 2.1 (Skala Matrik Perbandingan Berpasangan). Dari susunan
matrik perbandingan berpasangan dihasilkan
sejumlah prioritas yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada
elemen di dalam tingkat yang ada diatasnya. Perhitungan eigen vector dengan mengalikan elemen-elemen pada setiap baris dan
mengalikan dengan akar n, dimana n adalah elemen. Kemudian melakukan
normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh. Dengan
membagi setiap nilai dengan
total nilai pembuat keputusan
bisa menentukan tidak hanya urutan ranking prioritas setiap tahap
perhitungannya tetapi juga besaran prioritasnya. Kriteria tersebut dibandingkan
berdasarkan opini setiap pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan
prioritasnya.
Matriks bobot
yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut, harus
mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut:
a. Hubungan
kardinal : aij . ajk = ajk
b. Hubungan
ordinal : Ai>Aj>Aj>Ak, maka Ai>Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal
sebagai berikut:
1. Dengan
melihat preferensi multiplikatif, misalnya jika apel lebih enak 4 kali dari
jeruk dan jeruk lebih enak 2 kali dari melon, maka apel lebih enak 8 kali dari
melon
2.
Dengan melihat preferensi transitif, misalnya
apel lebih enak dari jeruk, dan jeruk lebih enak dari melon, maka apel lebih
enak dari melon
Pada keadaan
sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga
matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena
ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang.
Untuk model
AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsisten < 0.1.
nilai CR < 0.1 merupakan nilai yang tingkat konsistensinya baik dan dapat
dipertanggung jawabkan. Dengan demikian nilai CR merupakan ukuran bagi
konsistensi suatu komparasi berpasangan dalam matriks pendapat. Jika indeks
konsistensi cukup tinggi maka dapat dilakukan revisi judgement, yaitu dengan
dicari deviasi RMS dari barisan (aij dan Wi / Wj ) dan merevisi judgment pada baris yang mempunyai nilai
prioritas terbesar
Memang sulit
untuk mendapatkan konsisten sempurna, dalam kehidupan misalnya dalam berbagai
kehidupan khusus sering mempengaruhi preferensi sehingga keadaan dapat berubah.
Jika buah apel lebih disuka dari pada jeruk dan jeruk lebih disukai daripada
pisang, tetapi orang yang sama dapat menyukai pisang daripada apel, tergantung
pada waktu, musim dan lain-lain. Namun konsistensi sampai kadar tertentu dalam
menetapkan perioritas untuk setiap unsur adalah perlu sehingga memperoleh hasil
yang sahih dalam dunia nyata. Rasio ketidak konsistenan maksimal yang dapat
ditolerir 10 %.
Dalam metode
AHP terdapat proses perhitungan pembobotan, perhitungan pembobotan ini
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu dengan menghitung Eigenvector dan Eigenvalue
Maksimum, kemudian dilakukan pengujian rasio konsistensi dari matriks yang
dihasilkan untuk mengetahui apakah matriks tersebut dapat diterima atau tidak.
Prosedur perhitungan vektor dan nilai eigen
dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2. Perhitungan vektor dan nilai eigen
Indeks konsistensi dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
CI = (Emaks
– n) ..................................................... (2.1) n – 1 Keterangan:
Emaks = nilai
eigen maksimum dari vektor eigen n = jumlah ordo matriks
Dengan menggunakan nilai CI,
selanjutnya dihitung nilai rasio konsistensi, dengan rumus sebagai
berikut:
CR= CI
..................................................................... (2.2)
RI dimana CI adalah indeks konsistensi
dan RI adalah indeks konsistensi acak yang dapat dilihat di Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Indeks
Konsistensi Acak Rata-Rata Berdasarkan pada Ordo Matriks
Ukuran
Matriks
|
Indeks
Konsistensi Acak (RI)
|
1
|
0
|
2
|
0
|
3
|
0,52
|
4
|
0,89
|
5
|
1,11
|
6
|
1,25
|
7
|
1,35
|
8
|
1,40
|
9
|
1,45
|
10
|
1,49
|
Sumber: Saaty, T. L., 2000
2.1.5. Populasi
Menurut
Sugiyono (2008:115), Populasi
adalah wilayah generalisasi terdiri
atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu.
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
2.1.6. Sampel
Menurut
Sugiyono (2013:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua dalam populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu,
maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi.
Arikunto (2013:174) mengatakan bahwa
sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sample penelitian
merupakan sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat
mewakili seluruh populasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel
merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu
yang akan diteliti.
2.2. Penelitian Terkait
Agus Apriyanto (2008) membuat model
perbandingan kelayakan jalan beton dan aspal dengan metode AHP pada bidang
teknik sipil dengan studi kasus Jalan Raya Demak – Godong. Penelitian ini
mengambil data dari responden seperti Dinas Bina Marga, konsultan, pengajar
pergruan tinggi, kontraktor dan masyarakat umum yang berada di sekitar jalan
raya Demak - Godong. Tujuan dibuatnya model ini agar dapat dibandingkan secara kualitatif
kelayakan jalan antara konstruksi beton dan konstruksi aspal berdasarkan
faktor-faktor teknis dan non teknis dengan menggunakan metode AHP. Tujuan dasar
pada penelitian ini adalah untuk menilai kelayakan konstruksi jalan beton
dibanding jalan aspal untuk kasus jalan antar kota Demak – Godong.
Doraid Dalalah (2010) merancang metode
dan perangkat lunak untuk membantu memilih tipe crane terbaik di lokasi konstruksi. Model penelitiannya membangun
struktur AHP dengan pohon kriteria hirarkis dan alternatif untuk mempermudah
pengambilan keputusan. Tiga jenis crane
alternatif yang dipertimbangkan, yakni Tower,
Derrick dan Mobile crane.
Kani Mahardika (2011) merancang
penelitian pemilihan alternatif model kelembagaan pengelolaan tpa sampah
regional dengan metode analytic hierarchy
process (AHP) (studi kasus: TPA legognangka di kabupaten bandung). Fokus
penelitiannya pada pemilihan alternatif model kelembagaan pengelolaan TPA
legognangka. Tujuannya agar dapat mempertahankan TPA tersebut seefektif mungkin
sehingga fungsi TPA Legoknangka akan menjadi optimal dan dapat dijadikan acuan
dalam pelaksanaan pola kerjasama pengelolaan TPA Sampah Regional.
Ilma FathNurfirda (2012) membuat
penelitian analisis industri untuk mendapatkan strategi pengembangan yang dapat
digunakan sebagai acuan para pelaku industri dan pemerintah dengan tujuan
meningkakan industri film indonesia menggunakan metode AHP. Penelitiannya
berfokus pada analisis faktor melalui penyusunan pohon kriteria dan menyusun
prioritas industri film yang dapat dikembangkan di Indonesia.
Nuludin Saepudin (2014) meneliti tentang
perancangan aplikasi sistem pendukung keputusan penyeleksian penerima beasiswa
bidikmisi pada universitas komputer indonesia menggunakan model AHP dan Topsis.
Penelitian ini bertujuan pada perancangan dan pembangunan aplikasi SPK
menggunakan AHP dan Topsis. Objek penelitian hanya berfokus pada pemilihan
mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi di UNIKOM.
Dwi Satria Hardiyansa (2016) membuat
penelitian berupa arahan pengembangan lahan bekas pertambangan timah dengan
menggunakan metode AHP (Studi Kasus: Desa Terak, Kecamatan Simpang Katis,
Kabupaten Bangka Tengah). Penelitiannya bertujuan untuk memberikan arahan
pengembangan lahan bekas pertambangan timah agar dapat digunakan kembali untuk
kegiatan yang lebih bermanfaat. Sasaran penelitiannya yakni merumuskan kriteria
untuk menentukan prioritas arahan pengembangan lahan bekas pertambangan timah
di Desa Terak, Kecamatan Simpang Katis berdasarkan metode AHP.
Berikut ini beberapa Penelitian
terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan seperti pada
tabel 2.4.
Tabel 2.4 Daftar Penelitian Terdahulu
No
|
Peneliti/
Tahun
|
Judul
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
1.
|
Agus Apriyanto
(2008)
|
Perbandingan
Kelayakan
Jalan Beton dan Aspal dengan Metode Analytical
Hierarchy
Process (AHP) (Studi Kasus Jalan Raya
Demak -–Godong)
|
Metode, dan Tool yang digunakan
|
Data yang diolah dan
Batasan
Penelitian
|
2.
|
Doraid Dalalah
(2010)
|
Application of the Analytic
Hierarchy Process (AHP) in
Multi-Criteria Analysis of the
Selection of Cranes
|
Metode yang digunakan
|
Data yang diolah dan
Kedalaman analisis dan batasan penelitian
|
3.
|
Kani Mahardika
(2011)
|
Pemilihan Alternatif Model
Kelembagaan Pengelolaan
TPA sampah regional dengan metode analytic hierarchy
process
(AHP) (studi kasus: TPA legognangka di kabupaten bandung)
|
Metode, dan Tool yang digunakan
|
Data yang diolah dan
kedalaman analisis
|
4.
|
Ilma
FathNurfirda
(2012)
|
Perancangan Strategi Industri
Film Indonesia
menggunakan metoda SWOT-AHP
|
Metode, dan
Tool yang
|
Data
yang diolah dan kedalaman
|
No
|
Peneliti/
Tahun
|
Judul
|
Persamaan
|
Perbedaan
|
|
|
|
digunakan
|
Analisis
|
5.
|
Nuludin Saepudin (2014)
|
Perancangan Aplikasi
Sistem
Pendukung Keputusan
Penyeleksian Penerima
Beasiswa Bidikmisi
Pada Universitas Komputer
Indonesia
Menggunakan Model Ahp
Dan Topsis
|
Metode, Tool yang
digunakan,
dan program bidikmisi
|
Objek dan
kedalaman penelitian
|
6.
|
Dwi Satria
Hardiyansa
(2016)
|
Arahan
Pengembangan
Lahan Bekas Pertambangan
Timah
Dengan Menggunakan
Metode Ahp
(Studi Kasus: Desa Terak,
Kecamatan Simpang Katis,
Kabupaten Bangka Tengah)
|
Metode, dan Tool yang digunakan
|
Data
yang diolah dan kedalaman
Analisis
|
Berdasarkan
penelitian-penelitian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan AHP sangat
baik digunakan untuk melakukan pemodelan dengan jenis data dan tools yang
berbeda
loading...
Comments
Post a Comment