loading...
Tekstur merupakan karakteristik intrinsik dari suatu
citra yang terkait dengan tingkat kekasaran (roughness), granularitas (granulation),
dan keteraturan (regularity) susunan struktural piksel. Aspek tekstural
dari sebuah citra dapat dimanfaatkan sebagai dasar dari segmentasi,
klasifikasi, maupun interpretasi citra.
Tekstur dapat didefinisikan sebagai fungsi dari variasi
spasial intensitas piksel (nilai keabuan) dalam citra. Berdasarkan strukturnya, tekstur dapat
diklasifikasikan dalam dua golongan :
·
Makrostruktur
Tekstur
makrostruktur memiliki perulangan pola lokal secara periodik pada suatu daerah
citra, biasanya terdapat pada pola-pola buatan manusia dan cenderung mudah
untuk direpresentasikan secara matematis.
·
Mikrostruktur
Pada tekstur
mikrostruktur, pola-pola lokal dan perulangan tidak terjadi begitu jelas,
sehingga tidak mudah untuk memberikan definisi tekstur yang komprehensif.
Contoh gambar
berikut ini menunjukkan perbedaan tekstur makrostruktur dan mikrostruktur yang
diambil dari album tekstur Brodatz.
Gambar 1 Contoh tekstur
visual dari Album Tekstur Brodatz .
Atas: makrostruktur Bawah: mikrostruktur
Analisis tekstur bekerja dengan mengamati pola
ketetanggaan antar piksel dalam domain spasial. Dua persoalan yang seringkali
berkaitan dengan analisis tekstur adalah:
·
Ekstraksi ciri
Ekstraksi
ciri merupakan langkah awal dalam melakukan klasifikasi dan interpretasi citra.
Proses ini berkaitan dengan kuantisasi karakteristik citra ke dalam sekelompok
nilai ciri yang sesuai. Dalam praktikum ini kita akan mengamati metoda
ekstraksi ciri statistik orde pertama dan kedua, serta mengenali performansi
masing-masing skema dalam mengenali citra dengan karakteristik tekstural yang
berlainan.
·
Segmentasi citra
Segmentasi
citra merupakan proses yang bertujuan untuk memisahkan suatu daerah pada citra
dengan daerah lainnya. Berbeda dengan pada citra non-tekstural, segmentasi
citra tekstural tidak dapat didasarkan pada intensitas piksel per piksel,
tetapi perlu mempertimbangkan perulangan pola dalam suatu wilayah ketetanggaan
lokal. Dalam praktikum ini kita akan mencoba menerapkan filter Gabor untuk
melakukan segmentasi citra tekstural berdasarkan perulangan pola lokal pada
orientasi dan frekuensi tertentu.
1. Ekstraksi Ciri Statistik
Analisis
tekstur lazim dimanfaatkan sebagai proses antara untuk melakukan klasifikasi
dan interpretasi citra. Suatu proses klasifikasi citra berbasis analisis
tekstur pada umumnya membutuhkan tahapan ekstraksi ciri, yang dapat terbagi
dalam tiga macam metode berikut:
·
Metode statistik
Metode
statistik menggunakan perhitungan statistik distribusi derajat keabuan
(histogram) dengan mengukur tingkat kekontrasan, granularitas, dan kekasaran
suatu daerah dari hubungan ketetanggaan antar piksel di dalam citra.
Paradigma statistik
ini penggunaannya tidak terbatas, sehingga sesuai untuk tekstur-tekstur alami
yang tidak terstruktur dari sub pola dan himpunan aturan (mikrostruktur).
·
Metode spektral
Metode spektral
berdasarkan pada fungsi autokorelasi suatu daerah atau power distribution pada
domain transformasi Fourier dalam mendeteksi periodisitas tekstur.
·
Metode struktural
Analisis dengan
metode ini menggunakan deskripsi primitif tekstur dan aturan sintaktik. Metode
struktural banyak digunakan untuk pola-pola makrostruktur.
Bagian
ini akan membahas metode ekstraksi ciri statistik orde pertama dan kedua.
Ekstraksi ciri orde pertama dilakukan melalui histogram citra. Ekstraksi ciri
statistik orde kedua dilakukan dengan matriks kookurensi, yaitu suatu matriks
antara yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel dalam citra
pada berbagai arah orientasi dan jarak spasial.
Gambar 2 Ilustrasi ekstraksi ciri statistik
Kiri
: Histogram citra sebagai fungsi probabilitas kemunculan nilai intensitas pada
citra
Kanan
: Hubungan ketetanggaan antar piksel sebagai fungsi orientasi dan jarak spasial
1.1 Ekstraksi
ciri orde pertama
Ekstraksi
ciri orde pertama merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada
karakteristik histogram citra. Histogram menunjukkan probabilitas kemunculan
nilai derajat keabuan piksel pada suatu citra. Dari nilai-nilai pada histogram
yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri orde pertama, antara
lain adalah mean, skewness, variance, kurtosis, dan entropy.
a.
Mean (μ)
Menunjukkan ukuran dispersi dari suatu citra
dimana fn merupakan suatu nilai
intensitas keabuan, sementara p(fn) menunjukkan nilai
histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra).
b.
Variance (σ2)
Menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu
citra
c.
Skewness (α3)
Menunjukkan tingkat kemencengan relatif kurva histogram
dari suatu citra
d.
Kurtosis (α4)
Menunjukkan tingkat keruncingan relatif kurva histogram
dari suatu citra
e.
Entropy (H)
Menunjukkan ukuran ketidakaturan bentuk dari suatu citra
Berikut adalah fungsi ciriordesatu
yang dipergunakan
untuk menghitung ciri orde satu dari citra:
1.2 Ekstraksi ciri
orde kedua
Pada
beberapa kasus, ciri orde pertama tidak lagi dapat digunakan untuk mengenali
perbedaan antar citra. Pada kasus seperti ini, kita membutuhkan pengambilan
ciri statistik orde dua.
Salah
satu teknik untuk memperoleh ciri statistik orde dua adalah dengan menghitung
probabilitas hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi
sudut tertentu. Pendekatan ini bekerja dengan membentuk sebuah matriks
kookurensi dari data citra, dilanjutkan dengan menentukan ciri sebagai fungsi dari
matriks antara tersebut.
Kookurensi
berarti kejadian bersama, yaitu jumlah kejadian satu level nilai piksel
bertetangga dengan satu level nilai piksel lain dalam jarak (d) dan
orientasi sudut (θ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi
dinyatakan dalam derajat. Orientasi dibentuk dalam empat arah sudut dengan
interval sudut 45°, yaitu 0°, 45°, 90°, dan 135°. Sedangkan jarak antar piksel
biasanya ditetapkan sebesar 1 piksel.
Matriks
kookurensi merupakan matriks bujursangkar dengan jumlah elemen sebanyak kuadrat
jumlah level intensitas piksel pada citra. Setiap titik (p,q) pada
matriks kookurensi berorientasi θ berisi peluang kejadian piksel bernilai p bertetangga
dengan piksel bernilai q pada jarak d serta orientasi θ dan
(180−θ).
Gambar 3 Ilustrasi pembuatan matriks kookurensi
(a)
Citra masukan
(b)
Nilai intensitas citra masukan
(c)
Hasil matriks kookurensi 0°
(d) Hasil matriks kookurensi
45°
(e) Hasil matriks kookurensi
90°
(f) Hasil matriks kookurensi
135°
Setelah
memperoleh matriks kookurensi tersebut, kita dapat menghitung ciri statistik
orde dua yang merepresentasikan citra yang diamati. Haralick et al mengusulkan
berbagai jenis ciri tekstural yang dapat diekstraksi dari matriks kookurensi.
Dalam modul ini dicontohkan perhitungan 6 ciri statistik orde dua, yaitu Angular
Second Moment, Contrast, Correlation, Variance, Inverse Difference Moment, dan
Entropy.
a. Angular Second Moment
Menunjukkan
ukuran sifat homogenitas citra.
dimana p(i,j) merupakan menyatakan
nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi.
b.
Contrast
Menunjukkan ukuran penyebaran (momen inersia)
elemen-elemen matriks citra. Jika letaknya jauh dari diagonal utama, nilai
kekontrasan besar. Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar
derajat keabuan suatu daerah citra.
c.
Correlation
Menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan
citra sehingga dapat memberikan petunjuk adanya struktur linear dalam citra.
d.
Variance
Menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan
transisi derajat keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.
e.
Inverse Different Moment
Menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan
sejenis. Citra homogen akan memiliki harga IDM yang besar.
f.
Entropy
Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar
untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika
struktur citra tidak teratur (bervariasi).
Berikut
adalah fungsi ciriordedua yang dipergunakan
untuk menghitung ciri orde dua dari citra:
2. Filter Gabor
Kemampuan
sistem visual manusia dalam membedakan berbagai tekstur didasarkan atas
kapabilitas dalam mengidentifikasikan berbagai frekuensi dan orientasi
spasial dari tekstur yang diamati. Filter Gabor merupakan salah satu filter
yang mampu mensimulasikan karakteristik sistem visual manusia dalam mengisolasi
frekuensi dan orientasi tertentu dari citra. Karakteristik ini membuat filter
Gabor sesuai untuk aplikasi pengenalan tekstur dalam computer vision.
Secara
spasial, sebuah fungsi Gabor merupakan sinusoida yang dimodulasi oleh fungsi
Gauss. Respon impuls sebuah filter Gabor kompleks dua dimensi adalah :
dan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4 Respon impuls filter Gabor dua dimensi.
Dalam
domain frekuensi spasial, filter Gabor dapat direpresentasikan sebagai berikut:
Dalam domain frekuensi spasial, parameter-parameter
filter Gabor dapat digambarkan sebagai:
Gambar 5 Parameter filter Gabor dalam domain
frekuensi spasial
Tabel 1 Enam parameter filter Gabor
Ada enam parameter yang harus ditetapkan dalam
implementasi filter Gabor. Keenam parameter tersebut adalah: F, θ, σx, σy, BF, dan Bθ
·
Frekuensi (F) dan orientasi (θ) mendefinisikan
lokasi pusat filter.
·
BF dan Bθ menyatakan
konstanta lebar pita frekuensi dan jangkauan angular filter.
·
Variabel σx berkaitan dengan respon sebesar -6 dB
untuk komponen frekuensi spasial.
·
Variabel σy berkaitan dengan respon sebesar -6dB
untuk komponen angular.
·
Posisi (F, θ) dan lebar pita (σx, σy) dari filter Gabor
dalam domain frekuensi harus ditetapkan dengan cermat agar dapat menangkap
informasi tekstural dengan benar. Frekuensi tengah dari filter kanal
harus terletak dekat dengan frekuensi karakteristik tekstur.
·
Setelah mendapatkan ciri Gabor maka dapat
dilakukan ekstraksi ciri. Salah satu ciri yang dapat dipilih adalah
ciri energi, yang didefinisikan sebagai:
·
Dalam modul ini digunakan lebar pita
frekuensi (BF), dan jarak frekuensi tengah (SF) sebesar satu oktaf,
serta lebar pita angular (Bθ) dan jarak angular (Sθ) sebesar 30° dan 45°. Pemilihan
lebar pita angular sebesar 30° dan 45° adalah karena nilai ini dianggap
mendekati karakteristik sistem visual manusia.
Berikut
adalah fungsi gb dan
en yang
dipergunakan dalam percobaan filter Gabor ini:
2.1 Percobaan Mencari Frekuensi dan Orientasi Dominan pada Suatu Tekstur
Berdasarkan
program filter Gabor di atas, lakukan urutan kerja sebagai berikut :
a.
Baca file citra straw.tif
b. Lakukan
proses filtering terhadap citra tersebut menggunakan filter Gabor. Parameter
frekuensi dan orientasi ditentukan sebagai:
c. Tampilan hasil
citra yang telah difilter
figure,
imshow(G1);
d. Hitung nilai energi citra yang telah
difilter
E1 = en(G1);
e. Ulangi proses filtering pada beberapa
frekuensi dan orientasi yang berbeda.
Ambil kesimpulan berdasarkan besarnya energi dari
masing-masing citra keluaran.
2.2 Percobaan
Segmentasi Citra Tekstural
Berdasarkan program filter
Gabor di atas, lakukan urutan kerja sebagai berikut :
- Baca file
citra tex2.tif
- Analisis tekstur mengunakan filter Gabor
- Lakukan thresholding
dengan nilai threshold = 0.25.
- Lakukan median
filtering sebanyak dua kali
3. Tugas
3.1 Ciri Orde
Satu
- Tampilkan
histogram citra Taz1.bmp, Taz2.bmp, dan Taz3.bmp. Selanjutnya jalankan fungsi ciriordesatu terhadap masing-masing citra.
- Lakukan hal yang sama terhadap
masing-masing citra Tekstur1.bmp, Tekstur2.bmp, dan Tekstur3.bmp.
- Berikan
analisis mengenai proses yang telah dilakukan.
3.2 Ciri Orde
Dua
- Jalankan
fungsi ciriordedua
terhadap masukan citra Tekstur1.bmp, Tekstur2.bmp, dan Tekstur3.bmp.
- Berikan analisis mengenai proses yang telah dilakukan.
3.3 Filter Gabor
- Jalankan program mikimos.m berikut. Berikan analisis mengenai proses yang
dijalankan.
- Gantilah baris perintah: X=imread('mikimos1.bmp');
dengan:
X=imread('mikimos2.bmp');
Bandingkan hasilnya dengan (a), berikan
analisis mengenai hasil yang diperoleh.
- Gantilah baris perintah:
Y=gb(X,2,3);
dengan:
Y=gb(X,2,6);
Bandingkan hasilnya dengan (a), berikan
analisis mengenai hasil yang diperoleh.
loading...
jawaban praktikum diatas ada nggk min
ReplyDelete